10 contoh peribahasa dan artinya

Peribahasa adalah ungkapan atau pepatah yang mengandung makna tertentu dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bahasa Indonesia, terdapat banyak peribahasa yang menggambarkan kearifan lokal dan nilai-nilai budaya. Dalam artikel ini, kita akan membahas 10 contoh peribahasa dan artinya yang menarik untuk dipelajari. Mari kita mulai!

Air Beriak Tanda Tak Dalam

Peribahasa “Air beriak tanda tak dalam” mengajarkan kita untuk tidak memandang sebelah mata pada sesuatu atau seseorang hanya berdasarkan penampilan atau permukaannya saja. Seperti halnya air yang beriak, kadang-kadang hal-hal yang sepele atau tidak mencolok bisa memiliki makna yang dalam dan penting.

Penampilan Tidak Selalu Menunjukkan Segalanya

Seringkali kita tergoda untuk menilai seseorang atau sesuatu hanya berdasarkan penampilannya. Namun, peribahasa ini mengingatkan kita bahwa penampilan tidak selalu mencerminkan kebenaran atau kualitas sesuatu. Kita perlu melihat lebih jauh dan memahami bahwa ada hal-hal yang lebih penting daripada sekadar penampilan.

Kecerdasan yang Tersembunyi

Ketika kita bertemu dengan seseorang yang terlihat sederhana atau tidak mencolok, janganlah segera menganggap bahwa orang tersebut tidak memiliki kecerdasan atau potensi yang besar. Seperti air yang beriak, terkadang kecerdasan dan potensi seseorang bisa tersembunyi di balik penampilannya yang sederhana.

Menyelami Kedalaman

Peribahasa ini mengajarkan kita untuk tidak hanya melihat permukaan sebuah masalah atau situasi. Seperti air yang beriak, kita perlu menyelami kedalaman dan mencari pemahaman yang lebih dalam. Dalam hidup, hal-hal yang sepele atau tidak mencolok seringkali memiliki makna yang penting dan bisa memberikan wawasan baru jika kita mau melihatnya.

Bagai Pinang Dibelah Dua

Peribahasa “Bagai pinang dibelah dua” menggambarkan keadaan yang tidak seimbang atau tidak adil. Seperti halnya membelah pinang menjadi dua bagian, seringkali ada pihak yang mendapatkan bagian yang lebih besar atau lebih menguntungkan daripada yang lainnya.

Ketidakadilan dalam Kehidupan

Ketidakadilan adalah hal yang umum terjadi dalam kehidupan. Kadang-kadang, ada orang yang mendapatkan lebih banyak kesempatan, keuntungan, atau hak dibandingkan dengan orang lainnya. Peribahasa ini mengingatkan kita untuk tetap waspada terhadap ketidakadilan dan berusaha menciptakan keadilan di sekitar kita.

Ketidakseimbangan dalam Pembagian Sumber Daya

Peribahasa ini juga bisa merujuk pada ketidakseimbangan dalam pembagian sumber daya. Seperti pinang yang dibelah dua, seringkali ada pihak yang mendapatkan bagian yang lebih besar atau lebih menguntungkan. Hal ini bisa terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, seperti ekonomi, pendidikan, atau kesempatan kerja. Kita perlu menyadari ketidakseimbangan ini dan berusaha untuk menciptakan sistem yang lebih adil bagi semua orang.

Pengorbanan yang Tidak Sebanding

Peribahasa ini juga bisa menggambarkan situasi di mana seseorang memberikan pengorbanan yang besar, tetapi tidak mendapatkan imbalan yang sebanding. Seperti pinang yang dibelah dua, seseorang mungkin merasa bahwa pengorbanan yang dilakukan tidak dihargai atau diakui dengan adil. Dalam situasi seperti ini, penting bagi kita untuk menghargai dan menghormati usaha dan pengorbanan orang lain.

Darah Daging

Peribahasa “Darah daging” mengacu pada hubungan keluarga yang sangat dekat dan kuat. Seperti darah daging yang mengalir dalam tubuh kita, hubungan keluarga memiliki ikatan yang sulit diputuskan dan kuat.

Kebersamaan yang Tak Tergantikan

Hubungan keluarga adalah salah satu jenis hubungan yang paling dekat dan tak tergantikan dalam kehidupan kita. Seperti darah daging yang mengalir dalam tubuh kita, keluarga memberikan dukungan, kasih sayang, dan kebersamaan yang tak tergantikan. Mereka adalah orang-orang yang selalu ada untuk kita dalam suka dan duka.

Kesatuan yang Kuat

Peribahasa ini juga menggambarkan kesatuan yang kuat dalam keluarga. Seperti darah yang mengalir dalam tubuh kita, keluarga memiliki ikatan yang sulit diputuskan. Mereka saling mendukung, melindungi, dan menghormati satu sama lain. Dalam keluarga, kita belajar tentang nilai-nilai, tradisi, dan budaya yang menjadi bagian dari identitas kita.

Tanggung Jawab dan Kewajiban

Keluarga juga mengajarkan kita tentang tanggung jawab dan kewajiban. Seperti darah yang mengalir dalam tubuh kita, kita memiliki tanggung jawab untuk saling peduli, membantu, dan melindungi anggota keluarga lainnya. Kita belajar untuk menghormati dan menjaga hubungan ini seiring dengan bertumbuh dan dewasa.

Gajah Mati Meninggalkan Gading, Harimau Mati Meninggalkan Belang

Peribahasa “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang” mengajarkan kita untuk meninggalkan jejak atau warisan yang berarti bagi orang lain. Seperti gading gajah yang bernilai tinggi dan belang harimau yang unik, kita harus berusaha meninggalkan sesuatu yang bermanfaat dan berarti dalam hidup kita.

Berharga dan Berkesan

Peribahasa ini mengingatkan kita akan pentingnya meninggalkan warisan yang berharga dan berkesan. Seperti gading gajah yang bernilai tinggi, kita harus berusaha untuk memberikan kontribusi yang berarti dalam kehidupan orang lain. Warisan ini bisa berupa pengetahuan, pengalaman, atau pengaruh positif yang akan terus dikenang oleh orang-orang di sekitar kita.

Pengaruh yang Positif

Peribahasa ini juga mengajarkan kita untuk meninggalkan pengaruh yang positif bagi orang lain. Seperti belang harimau yang unik, kita harus berusaha untuk menjadi pribadi yang berbeda dan memberikan dampak yang baik dalam kehidupan orang lain. Kita bisa berbagi pengetahuan, memberikan bantuan, dan menjadi teladan yang baik bagi mereka.

Jejak yang Tak Terlupakan

Peribahasa ini juga mengingatkan kita akan pentingnya meninggalkan jejak yang tak terlupakan dalam hidup kita. Seperti gading gajah dan belang harimau yang menjadi ciri khas mereka, jejak yang kita tinggalkan akan menjadi bagian dari identitas kita. Kita harus berusaha untuk meninggalkan jejak yang positif dan berarti dalam hidup kita, sehingga orang-orang akan terus mengingat kita dengan baik.

Hujan Emas di Negeri Orang, Hujan Batu di Negeri Sendiri

Peribahasa “Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri” mengingatkan kita untuk menghargai apa yang kita miliki dan tidak selalu iri dengan kehidupan orang lain. Seperti hujan emas yang melimpah di negeri orang, kita seringkali lupa bahwa ada hal-hal berharga di negeri sendiri, meskipkipun mungkin tidak sebesar hujan emas.

Menyadari Kekayaan Lokal

Peribahasa ini mengajak kita untuk menyadari kekayaan dan potensi yang ada di sekitar kita. Seringkali kita terlalu terpaku pada kehidupan orang lain atau keadaan di luar negeri yang terlihat lebih menggiurkan. Namun, kita perlu mengingat bahwa negeri sendiri juga memiliki keindahan, kekayaan budaya, dan peluang yang tak kalah berharga.

Menghargai Asal Usul dan Identitas

Peribahasa ini juga mengajarkan kita untuk menghargai asal usul dan identitas kita sendiri. Seperti hujan batu di negeri sendiri, kita harus menghargai dan memperkuat apa yang kita miliki. Budaya, tradisi, dan lingkungan tempat kita tumbuh menjadi bagian dari jati diri kita. Kita harus bangga dengan keunikan dan kekayaan lokal kita.

Belajar dari Pengalaman Orang Lain

Memang, ada hal-hal menarik di negeri orang yang bisa menjadi inspirasi bagi kita. Namun, peribahasa ini mengingatkan kita untuk tidak hanya terfokus pada kehidupan orang lain. Kita juga bisa belajar dari pengalaman dan kesuksesan orang-orang di negeri sendiri. Dengan memperhatikan dan mempelajari apa yang berhasil di lingkungan lokal, kita bisa mengembangkan potensi dan menciptakan perubahan di tempat kita sendiri.

Jalan Lenggang Kangkung

Peribahasa “Jalan lenggang kangkung” menggambarkan seseorang yang hidup dengan santai dan tanpa beban. Seperti kangkung yang mengapung di air dengan tenang, hidup kita bisa terasa lebih ringan dan menyenangkan jika kita belajar untuk hidup dengan sikap yang santai dan tidak terlalu serius.

Menikmati Setiap Momen

Peribahasa ini mengajarkan kita untuk menikmati setiap momen dalam hidup kita. Seperti kangkung yang mengapung di air, kita harus belajar untuk hidup dengan sikap yang santai dan tidak terlalu terbebani oleh masalah atau kekhawatiran. Dengan mengambil waktu untuk bersantai dan menikmati keindahan hidup, kita bisa merasa lebih bahagia dan puas dengan apa yang kita miliki.

Memberikan Ruang untuk Kesalahan

Sikap santai juga mengajarkan kita untuk memberikan ruang bagi kesalahan dan kegagalan. Seperti kangkung yang mengapung di air dengan tenang, kita harus belajar untuk tidak terlalu keras pada diri sendiri atau orang lain ketika melakukan kesalahan. Dengan mengambil sikap yang santai, kita bisa belajar dari kesalahan dan berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.

Menjaga Keseimbangan dalam Hidup

Peribahasa ini juga mengajarkan kita untuk menjaga keseimbangan dalam hidup. Seperti kangkung yang mengapung di air dengan tenang, kita harus belajar untuk mencari keseimbangan antara pekerjaan, waktu bersantai, dan waktu untuk diri sendiri. Dengan menjaga keseimbangan ini, hidup kita akan terasa lebih harmonis dan bahagia.

Kacang Lupa Kulit

Peribahasa “Kacang lupa kulit” menggambarkan seseorang yang lupa akan bantuan atau jasa orang lain setelah mencapai kesuksesan atau kejayaan. Seperti kacang yang sudah dikupas, kita seringkali lupa daratan dan melupakan siapa yang telah membantu kita dalam perjalanan hidup.

Menghargai Bantuan Orang Lain

Peribahasa ini mengajarkan kita untuk menghargai bantuan dan jasa orang lain. Seringkali, dalam perjalanan menuju kesuksesan, kita mendapatkan dukungan, bantuan, dan dorongan dari orang lain. Namun, setelah mencapai kesuksesan, kita seringkali lupa akan bantuan tersebut. Peribahasa ini mengingatkan kita untuk selalu mengenang dan menghargai kontribusi orang lain dalam perjalanan hidup kita.

Menghindari Sifat Sombong

Peribahasa ini juga mengingatkan kita untuk menghindari sifat sombong atau angkuh setelah mencapai kesuksesan. Ketika kita mencapai tujuan atau meraih kesuksesan, penting untuk tetap rendah hati dan menghormati orang lain. Sifat sombong hanya akan membuat kita kehilangan hubungan baik dengan orang lain dan merugikan diri sendiri.

Menjadi Orang yang Bersyukur

Peribahasa ini juga mengajarkan kita untuk menjadi orang yang bersyukur atas bantuan dan kesuksesan yang kita dapatkan. Ketika kita meraih kesuksesan, janganlah lupa untuk bersyukur dan mengenang asal-usul kita. Ingatlah bahwa kita tidak bisa mencapai kesuksesan tanpa bantuan dan dukungan orang lain. Dengan menjadi orang yang bersyukur, kita akan selalu mendapatkan berkah dan kebahagiaan dalam hidup kita.

Langit Tidak Selalu Cerah Setiap Hari

Peribahasa “Langit tidak selalu cerah setiap hari” mengajarkan kita untuk menerima bahwa kehidupan tidak selalu berjalan mulus dan penuh dengan kebahagiaan. Seperti cuaca yang berubah-ubah, kita harus siap menghadapi tantangan dan kesulitan dalam hidup.

Menerima Realitas Hidup

Peribahasa ini mengingatkan kita untuk menerima realitas hidup yang tidak selalu sempurna. Seperti langit yang tidak selalu cerah, kita harus siap menghadapi masa-masa sulit dan tantangan dalam hidup kita. Dengan menerima realitas ini, kita akan lebih siap dan kuat dalam menghadapi setiap situasi yang datang.

Mencari Hikmah dalam Setiap Tantangan

Peribahasa ini juga mengajarkan kita untuk mencari hikmah dalam setiap tantangan dan kesulitan. Seperti cuaca yang berubah-ubah, hidup kita juga akan menghadapi berbagai perubahan dan rintangan. Namun, dalam setiap tantangan, ada hikmah dan pelajaran yang bisa kita ambil. Dengan membuka pikiran dan hati, kita akan bisa melihat sisi positif dan belajar dari setiap pengalaman hidup.

Belajar untuk Bertahan

Peribahasa ini juga mengingatkan kita untuk belajar bertahan dalam menghadapi tantangan dan kesulitan. Seperti langit yang tidak selalu cerah, hidup kita akan menghadapi masa-masa sulit. Namun, kita harus belajar untuk tetap bertahan dan tidak menyerah. Dalam setiap tantangan, kita bisa mengembangkan ketahanan dan kekuatan untuk melalui masa-masa sulit tersebut.

Menjilat Ludah Sendiri

Peribahasa “Menjilat ludah sendiri” menggambarkan seseorang yang mengalami akibat dari perbuatannya sendiri. Seperti menjilat ludah yang telah keluar, kita harus bertanggung jawab atas tindakan kita sendiri dan siap menerima konsekuensinya.

Tanggung Jawab atas Perbuatan

Peribahasa ini mengajarkan kita untuk bertanggung jawab atas perbuatan kita sendiri. Seringkali, kita melakukan tindakan tanpa memikirkan konsekuensinya. Namun, peribahasa ini mengingatkan kita bahwa kita harus siap menerima akibat dari perbuatan kita sendiri. Kita harus belajar untuk bertanggung jawab dan tidak mencari kambing hitam untuk kesalahan yang telah kita buat.

Membuat Keputusan dengan Bijak

Peribahasa ini juga mengajarkan kita untuk membuat keputusan dengan bijak. Sebelum melakukan tindakan atau mengambil keputusan, kita harus berusaha untuk memikirkan konsekuensi yang mungkin terjadi. Kita harus berpikir dua kali sebelum bertindak, agar tidak menyesal di kemudian hari. Dengan membuat keputusan yang bijak, kita dapat menghindari masalah dan konsekuensi yang tidak diinginkan.

Menerima Akibat dari Tindakan

Peribahasa ini juga mengajarkan kita untuk menerima akibat dari tindakan kita sendiri. Ketika kita melakukan sesuatu, kita harus siap menerima konsekuensinya, baik itu positif maupun negatif. Kita tidak bisa menghindar dari akibat yang timbul karena perbuatan kita. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk bertanggung jawab dan menerima konsekuensi dari tindakan yang kita lakukan.

Seperti Ayam Bertelur Emas

Peribahasa “Seperti ayam bertelur emas” menggambarkan seseorang yang memiliki keberuntungan atau rezeki yang berlimpah. Seperti ayam yang bertelur emas, kita harus bersyukur jika kita memiliki rezeki atau kesempatan yang berharga dan tidak membuangnya dengan sia-sia.

Rezeki yang Berlimpah

Peribahasa ini mengajarkan kita untuk bersyukur jika kita memiliki rezeki yang berlimpah. Seperti ayam yang bertelur emas, kita harus menghargai dan memanfaatkan rezeki yang telah kita terima dengan baik. Kita harus bijak dalam mengelola keberuntungan dan rezeki yang kita miliki agar tidak terbuang percuma.

Pemanfaatan dengan Bijak

Peribahasa ini juga mengingatkan kita untuk menggunakan rezeki atau keberuntungan yang kita miliki dengan bijak. Seperti ayam yang bertelur emas, kita harus mengelola dan memanfaatkan rezeki tersebut untuk kebaikan diri sendiri dan orang lain. Kita tidak boleh membuang-buang atau menyia-nyiakan kesempatan yang berharga dalam hidup kita.

Berbagi Kebaikan

Peribahasa ini juga mengajarkan kita untuk berbagi kebaikan dengan orang lain. Seperti ayam yang bertelur emas, kita harus menyadari bahwa rezeki yang kita miliki sebenarnya bisa memberikan manfaat kepada orang lain. Kita bisa berbagi kebahagiaan, kekayaan, atau pengetahuan yang kita miliki dengan orang lain. Dengan berbagi, kita bisa menciptakan kebaikan yang akan berdampak positif bagi banyak orang.

Ringkasan

1. Air beriak tanda tak dalam: Jangan menilai berdasarkan penampilan semata.

2. Bagai pinang dibelah dua: Keadaan yang tidak seimbang atau tidak adil.

3. Darah daging: Hubungan keluarga yang sangat dekat dan kuat.

4. Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang: Meninggalkan jejak atau warisan yang berarti bagi orang lain.

5. Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri: Menghargai apa yang kita miliki.

6. Jalan lenggang kangkung: Hidup dengan santai dan tanpa beban.

7. Kacang lupa kulit: Lupa akan bantuan atau jasa orang lain setelah mencapai kesuksesan.

8. Langit tidak selalu cerah setiap hari: Menerima bahwa kehidupan tidak selalu berjalan mulus.

9. Menjilat ludah sendiri: Mengalami akibat dari perbuatannya sendiri.

10. Seperti ayam bertelur emas: Memiliki keberuntungan atau rezeki yang berlimpah.

Dalam menjalani kehidupan, peribahasa memberikan petuah dan pelajaran berharga. Kita dapat mengambil hikmah dan mempraktikkan nilai-nilai yang terkandung dalam peribahasa tersebut. Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca dalam memperkaya pengetahuan tentang peribahasa dan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya.

Sumber:

– https://www.kompas.com

– https://www.grammarly.com